Gayus masuk berita lagi. Kali ini diungkap oleh seorang Devina di harian Kompas mengenai plesir Gayus ke Singapura, Malaysia dan Macau. Kali ini Gayus terlihat kesal ketika kasus ini diangkat oleh media. Apa yang membuatnya kesal belum diketahui secara pasti. Apakah karena ia merasa dipojokkan karena baru saja mengajukan pledoi yang cukup keras, atau dia takut ketahuan lokasi hartanya disembunyikan. Tetapi yang pasti hal ini membuat banyak orang makin apatis dengan penegakan hukum di negeri ini.
Gayus tentu tidak berdiri sendirian. Dibelakangnya pasti ada mafia yang melindunginya. Karena tidak mungkin seorang Gayus yang pegawai biasa di Dirjen Pajak bisa melakukan banyak hal yang spektakuler untuk ukurannya. Namun demikian sampai saat ini kita belum mendengar siapa mafia yang ada dibelakang Gayus. Kenapa sampai saat ini aparat hukum kita belum bisa menguak misteri ini.
Hal ini menimbulkan banyak prasangka buruk terhadap aparat penegak hukum kita. Dugaan yang paling kuat adalah kemungkinan adanya keterlibatan aparat hukum dalam masalah ini. Adanya konflik kepentingan dari banyak pihak telah menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik yang gurih.
Jika kasus ini dijadikan komoditas politik hanya untuk para elit sebenarnya tidak menjadi masalah. Tetapi karena kasus ini sudah diekpos secara luas yang mungkin tidak disadari oleh para politisi dan pejabat bahwa hal ini bisa mengakibatkan semakin turunnya standar moral bangsa ini. Secara bawah sadar rakyat diteladani bahwa kasus semacam ini adalah hal yang biasa. Sehingga secara tidak sadar rakyat menjadi terbiasa dengan hal ini.
Pesan bawah sadar ini diterima beragam oleh rakyat. Bagi mereka yang pragmatis hal ini menguatkan karena sejalan dengan pemikiran mereka. Sementara disisi lain bagi mereka yang tidak sejalan dengan hal ini akan menyimpan perlawanan dalam alam bawah sadar mereka.
Dalam proses selanjutnya jika lebih banyak orang yang seirama dengan pola yang ada, tidak perduli dan melakukan pembiaran terhadap berbagai kasus hukum yang ada. Maka tentunya akan makin banyak kasus hukum dalam skala yang lebih besar, akan tetapi rakyat menjadi terbiasa dan merasakan hal tersebut memang lumrah terjadi dan bukanlah sesuatu yang luar biasa.
Lain halnya jika lebih banyak orang yang memendam perlawanan dalam alam bawah sadar mereka. Hal ini bisa menjadi bom waktu yang menakutkan. Kejadian Mei 1997 saat kejatuhan rejim Soeharto adalah contoh bom waktu kesadaran semesta yang meledak. Perlawanan alam bawah sadar yang dipendam sekian lama selama Soeharto berkuasa akhirnya meledak dengan dahsyat.
Berdasarkan pengalaman yang ada, jangan sampai kasus Gayus dan lainnya ini memupuk bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Karena bila hal itu terjadi maka daya ledaknya bisa lebih dahsyat dari kejadian Mei 1997. Kenapa bisa lebih dahsyat, karena kesadaran semesta jaman reformasi ini lebih kuat dibanding jaman ORBA dahulu. Semoga hal tersebut tidak akan terjadi....Amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar