Selasa, 27 Desember 2011

Atheist

Aku dibesarkan dalam lingkungan yang cukup religius. Dari kecil aku dileskan untuk membaca Al' Quran. Seingatku kelas 4 SD aku bisa hatam Qur'an. Selanjutnya perjalanan hidupku dalam kaitannya dengan kehidupan beragama mengalir dengan sendirinya.

Tetapi dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku banyak mempertanyakan banyak hal. Dikemudian hari semua pertannyaan ini ternyata memang pertanyaan yang sampai saat memang belum ada jawabannya. Kenapa kita ada didunia ini. Apa tujuan kita dan kemana kita setelah mati. Kenapa manusia harus mati dan sebagainya.


Memasuki kehidupan remaja dan dewasa awal kehidupan beragamaku semakin memudar. Waktu yang masih kuingat sebagai momen pembebas adalah ketika orangtuaku ditugaskan keluar negeri. Saat itu aku ikut dengan mereka dan mengambil program S-2 ku disana. Disana aku pertama kali makan daging babi secara sadar. Hal itu sebagai simbol kebebasan diriku dari agama yang kuanut selama ini.


Aku teringat ketika suatu saat di bulan puasa biasanya di KJRI mengadakan tarawehan bersama. selesai sholat taraweh diadakan diskusi mengenai berbagai topik keagamaan. Aku dalam hal ini banyak bertanya menganai hal-hal yang mungkin bagi orang lain tidak lazim. Misalnya aku bertanya, Kabah adalah pusat dalam menunaikan ibadah haji. Jika suatu saat dunia ini sudah penuh dan orang mulai tinggal diluar bumi. Rasanya janggal jika kita harus naik haji dari planet lain ke bumi.


Pertannyaan lainnya, kenapa daging babi haram. Kalau karena alasan parasit, maka penjelasan itu sudah tidak lagi relevan saat ini. Lebih aneh lagi di agama Kristen yang diakui sebagai pendahulu Islam malah dib0olehkan.


Geli rasanya kalau mengingat masa itu. Karena aku dan Papaku berdebat panjang mengenai hal itu. Untunglah Papa ku seorang yang cukup moderat. Sehingga walalupun berbeda pendapat denganku, dia masih bisa mentolerir sikap dan pendirianku.


Aku memang selalu tertarik dengan masalah yang berhubungan dengan spiritual. Karena hal tersebut merupakan masalah hakiki tentang keberadaan diri kita. Untuk apa kita hidup dan memberi makna akan kehidupan kita ini. Aku secara logika dan emosional tidak bisa emnerima begitu saja apa yang diajarkan oleh agamaku. Ingin rasanya seperti orang lain yang bisa menerima kehadiran agama dan menjalankan dengan sepenuh hati. Tetapi hati kecil sejati tidak bisa dipaksakan. Ada rasa penolakan dari dalam diriku karena memang kurasakan tidak sesuai dengan hati nuraniku.


Atheist....merupakan kata yang cukup menggangu ditelingaku. Sampai minggu lalu aku secara tidak sengaja membaca artikel tentang Richard Dawkins. Aku baru pertama kali ini mendengar namanya. Dia seorang ahli biologi evolusionist dan seorang atheist. Sebenarnya aku secara sepintas melihat bukunya God Delusion yang dipajang dirak jika aku mampir ke toko buku. Akan tetapi karena aku belum familiar dengan namanya sehingga aku tidak tertarik untuk membacanya.


Setelah perkenalan virtualku dengan Richard Dawkins yang ternyata mempunyai website dan channel youtube sendiri, aku semakin mengenal dirinya. Dia berusaha untuk membangkitkan awareness manusia untuk mengakui bahwa paham atheist itu sama sejajar dengan paham agama lainnya. Gerakan yang dilakukan dianalogikan sebagaimana halnya gerakan feminis dan gay dimana saat ini orang sudah mulai aware dengan paham yang dibawa oleh para feminis dan gay.


Aku tertarik dengan gagasannya dan bergabung dengan gerakannya, walaupun aku tidak tahu dengan cara apa aku menyumbangkan tenaga untuk organisasinya. Aku berniat untuk membangun gerakan ini di Indonesia, walaupun ada sedikit keraguan dalam diriku mengingat cara berpikir masyarakat yang masih jauh dari demokratis dalam hal kehidupan beragama.



Dua Aliran Besar (eksistensialis vs evolusionis)


Sampai saat berkembang dua kelompok besar dengan variannya yaitu kelompok eksistensialis dan kelompok evolusionis. Kelompok eksistensialis dikenal dengan paham yang mempercayai adanya Tuhan. Karena mereka mempercayai bahwa dunia ini dan segala isinya diciptakan oleh Tuhan. Kelompok ini berakar dan berpegang kuat pada teologi agama.


Sedangkan kelompok evolusinis percaya bahwa adanya dunia ini terjadi dengan sendirinya tanpa campur tangan Tuhan. Dimana isinya yang terdiri dari berbagai macam mahluk hidup terjadi karena proses evolusi yang panjang. Dalam hal ini Charles Darwin merupakan pelopor teori evolusi yang terkenal itu yang menyatakan bahwa manusia adalah merupakan hasil evolusi dari kera. Kelompok ini lebih mendahulukan ilmu pengetahuan dalam menjawab semua persoalan manusia.


Yang menjadi masalah, sampai saat ini kedua pihak belum ada yang bisa membuktikan teorinya secara nyata. Akibatnya sampai saat ini kedua kubu masih terus memperdebatkan hal ini. Menurutku hal tersebut adalah hal yang baik dan sehat karena dengan demikian kita bisa saling menggali ilmu yang ada. Akan tetapi menurutku ada perbedaan cara pandang antara yang percaya Tuhan dan tidak.


Ketika kita percaya akan adanya Tuhan maka pencarian kita akan nilai-nilai kemanusian berhenti. Karena semua nilai tersebut sudah disediakan oleh Tuhan dalam bentuk kitab suci agama-agama yang ada. Tidak demikian halnya dengan ilmu pengetahuan. Ketika kita dihadapkan pada suatu situasi yang sulit atau memerlukan jawaban. Maka jawaban tersebut kita cari dengan metode ilmu pengetahuan yang ada sampai ketemu jawabannya. Sehingga semua persoalan manusia bisa dijawab secara akal dan logika. Kita semua sampai pada abad ini dengan bantuan akal dan ilmu pengetahuan.



Moralisme Atheis


Pertanyaan yang sering hinggap dipikiran orang yang non-atheis adalah masalah moralisme. Bagaimana jika seandainya tidak ada Tuhan. Bagaimana kita mengukur moralitas manusia. Bagi paham Atheis agama tidak identik dengan moralitas. Karena banyak pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan atas nama agama. Mengenai dasar moralitas banyak hal dilakukan tidak selalu semata atas dasar agama. Banyak undang-undang yang lahir tidak atas dasar agama tertentu, tetapi lebih karena norma dan etika dalam masyarakat.


Misalkan saja mengenai perlakuan hewan poting sapi yang diprotes keras oleh Australia. Bagi masyarakat Australia tingkat awareness mereka lebih tinggi daripada bangsa kita. Sehingga hal yang demikian dianggap tidak manusiawi. Akan tetapi bagi masyarakat kita hal tersebut merupakan hal yang biasa. Rasa manusiawi tersebut berkembang sejalan dengan waktu dan proses pendewasaan masyarakat secara alamiah. Sehingga semua aturan yang logis dan masuk akal dibuat untuk kepentingan manusia tanpa selalu harus mendasarkan pada aturan agama tertentu.


Orang sering berpikiran, jika tidak ada Tuhan maka bisa seenaknya saja berbuat dan bertindak anarkis. Kalau masalah itu jangankan tidak ada Tuhan, sekarang saja Tuhan sudah ga dianggap makanya tindakan anarkis ada dimana-mana. Apalagi tidak ada Tuhan. Jadi bukan masalah ada atau tidak ada Tuhan. tetapi lebih kepada aturan yang mengikat manusia tersebut. Tanpa aturan dan hukum yang jelas tentu saja manusia akan bertindak anarkis ada ataupun tidak ada Tuhan.



Becoming Atheis


Menjadi seorang Atheis merupakan pembebasan diri yang sejati. Karena kita tidak lagi berada dalam kungkungan dan ikatan dengan apapun. Kita bebas berpikir dan bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Tidak lagi dibatasi oleh tahyul dan larangan-larangan yang bersifat supertitious. Kita bisa berpikir sangat rasional dan mempertanggung jawabkan semua tindakan dan perbuatan kita dengan sadar. Tidak dengan enaknya menyalahkan Tuhan dan membebankan semua kesalahan pada Tuhan jika menemui hambatan dan kesulitan.


Setiap masalah akan dihadapi dengan akal sehat dan dicari jalan keluarnya dengan kekuatan akal manusia dan tidak menyandarkan sepenuhnya kepada kekuasaan Tuhan.


Kita akan mencapai kakikat manusia secara utuh. Tidak lagi dipengaruhi oleh bayangan surga dan neraka. Tidak lagi ditakuti oleh dosa-dosa dan hukuman dari Tuhan.


Semua kekacauan dan kehancuran di dunia ini tidak akan terjadi, karena manusia tidak akan saling menghancurkan atas nama agama. Manusia akan hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusia yang didasarkan pada akal dan logika sebagai manusia saat ini, tidak oleh nilai-nilai ribuan tahun yang lalu.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar